Puslapdik– Anda dosen dan berminat meningkatkan kompetensi diri dengan melanjutkan pendidikan, seperti S2 atau S3, dalam dan luar negeri? Tingkatkan kemampuan Anda dalam berbahasa Inggris!!! Itulah salah satu kuncinya.
Menurut Abdul Kahar, Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbudristek, yang pernah menjadi salah seorang direktur di LPDP, dari hasil analisis di LPDP, salah satu kendala bagi calon penerima beasiswa, baik dalam maupun luar negeri adalah kemampuan berbahasa Inggris.
“Kendala Bahasa asing, utamanya Bahasa Inggris, membuat calon penerima beasiswa tidak percaya diri hingga gagal dalam seleksi, dan gagal dalam menempuh pendidikan, “kata Abdul Kahar dalam Webinar program Bridging Course vokasi sebagai jembatan karir yang gemilang yang diselenggarakan Direktorat Mitras Dudi, Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek beberapa waktu lalu.
Abdul Kahar memaparkan, menurut data yang dimiliki Puslapdik, dari kuota penerima beasiswa dalam negeri untuk dosen perguruan tinggi vokasi jenjang S2 yang sebesar 100 orang, jumlah pendaftarnya hanya 40 orang dan yang lolos seleksi hanya 20 orang. Sedangkan di jenjang S3, dari kuota sebanyak 200 orang, hanya 124 orang yang mendaftar dan 82 orang yang lolos seleksi.
Untuk pelamar beasiswa luar negeri, kondisinya lebih memprihatinkan. Dari kuota beasiswa S2 sebanyak 100 orang, hanya delapan orang yang mendaftar dan yang lolos seleksi hanya tiga orang. Sedangkan di jenjang S3, dari kuota sebanyak 150 orang, hanya 34 orang yang mendaftar dan hanya 14 orang yang lolos seleksi.
“Kendala utamanya kenapa sedikit yang mendaftar, karena kurang percaya diri akibat kurangnya kemampuan berbahasa asing, utamanya Bahasa Inggris, begitu juga gagal seleksi karena minimnya kemampuan Bahasa Inggris, “ jelasnya.

Kemampuan berbahasa Inggris, kata Abdul Kahar, sangat mempengaruhi penerima beasiswa dalam penuntasan pendidikan sesuai harapan pemberi beasiswa.
Abdul Kahar mencontohkan, pengalaman di LPDP menunjukkan, trend tingkat menenuhi syarat LPDP berdasarkan TOEFL ITP untuk perguruan tinggi dalam negeri, untuk mahasiswa penerima beasiswa yang memiliki TOEFL ITP 475-499, tingkat keberhasilannya mencapai 68,1 persen, TOEFL 450-474, 45,6 persen, sedangkan bila TOEFLnya hanya 400-424, tingkat keberhasilannya hanya 25 persen.
“Itu padahal di dalam negeri, bila pendidikannya di luar negeri, bila TOEFL nya mencapai 475-499, maka tingkat keberhasilnnya hanya Sekitar 44,4 persen, hanya pemilik TOEFL diatas 500 yang tingkat keberhasilannya mencapai 71 persen, “jelasnya.
Baca juga :
- 1.446 Orang Pemohon Beasiswa Pendidikan Indonesia Dinyatakan Lolos Seleksi
- Kemendikbudristek Targetkan 300 Ribu Lebih Mahasiswa Dapat Bantuan UKT Semester Ganjil
- Dengan Bidikmisi, Anak Sopir Truk itu Kini Jadi Staf Khusus Menteri
Harus diasramakan
Abdul Kahar memberikan apresiasi terhadap Program Bridging Course Vokasi yang diselenggarakan Direktorat Mitras Dudi. Program ini merupakan program kursus intensif persiapan/pembekalan kompetensi bahasa dan akademik pendukung terstruktur untuk insan vokasi agar mampu memenuhi persyaratan untuk diterima di jenjang pendidikan yang lebih tinggi pada perguruan tinggi di luar negeri.
Abdul Kahar menilai, Program Bridging Course Vokasi bisa membantu meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris para dosen dan nondosen mencakup guru dan tenaga kependidikan SMK; instruktur LKP; widyaiswara di lingkungan Ditjen Diksi; maupun masyarakat umum yang memiliki kontribusi langsung pada pendidikan vokasi dan berencana melanjutkan studi S2/S3 ke luar negeri.

“Melalui program ini insan vokasi mendapatkan penguatan kemampuan Bahasa Inggris dan keterampilan akademik pendukung yang diselenggarakan secara terstruktur serta pendampingan-pendampingan profesional agar bisa mendapatkan Letter of Accaptance (LoA) pada perguruan tingga impiannya, sehingga ketersediaan insan vokasi yang memenuhi kualifikasi untuk melanjutkan studi ke program S2/S3 dapat meningkat, “katanya.
Namun, lanjut Abdul Kahar, berdasarkan pengalaman mengelola LPDP selama lima tahun, agar peserta bridging course ini memperoleh output yang sesuai harapan, hal-halyang mendasar perlu disiapkan.
“Menurut saya, bridging course secara daring tidak akan berhasil sesuai harapan, sebab agar kemampuan Bahasa Inggris terasah, aktivitasnya harus full sehingga perlu diasramakan, bukan yang datang hanya pas jam kursus. Bahasa Inggris bukan Bahasa pertama kita, sehingga perlu ada komunitas khusus bila ingin menguasainya, “papar Abdul Kahar.
Selain itu, sebelum mengikuti bridging course, menurut Abdul Kahar, peserta harus mengukur diri, sejauh mana standar kompetensi yang dimiliki.