Puslapdik- “Di daerah saya banyak siswa miskin tapi tidak dapat PIP”, “Kok, anak saya tahun kemarin dapat PIP, tapi tahun ini tidak dapat, kenapa?”
Itu contoh beberapa jenis pertanyaan yang selalu muncul ketika berbicara mengenai Program Indonesia Pintar (PIP).
Menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Koordinator Pokja PIP Dikasmen Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik), Sofiana Nurjanah, menegaskan, bahwa penetapan siswa sebagai penerima PIP hanya mengacu pada dua kategori. Pertama,siswa yang keluarganya terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial dan kategori kedua,yakni diusulkan oleh dinas Pendidikan atau pemangku kepentingan.
“Jika siswa tidak masuk pada kedua kategori itu, semiskin apapun, kami tidak punya dasar untuk memberikan PIP” kata Sofiana dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan PIP di Bogor, 29 November 2022.
Rapat Koordinasi tersebut dihadiri oleh 34 kepala dinas pendidikan propinsi dan 150 kepala dinas pendidikan kabupaten/kota.
Kembali pada pertanyaan diatas, dituturkan Sofiana, DTKS itu sangat dinamis, berubah-ubah terus datanya.
“Yang bulan lalu miskin sehingga masuk DTKS, bisa saja bulan ini tidak miskin lagi sehingga dikeluarkan dari DTKS, begitu juga sebaliknya, yang bulan ini tidak miskin, bulan depan bisa jatuh miskin, “ungkapnya.
Baca juga : Kata Orang Tua Tentang PIP
Dijelaskan lebih lanjut oleh Sofiana, DTKS itu sepenuhnya kewenangan Kementerian Sosial, sedangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi hanya sebagai pengguna data.
“Tahun ini terdata di DTKS sehingga layak dapat PIP, Tahun depan mungkin keluar dari DTKS sehingga PIPnya tidak dapat lagi. Itu sangat mungkin, dan kami tidak bisa mengintervensi Kemensos soal DTKS ini, “jelas Sofiana.
Karena perubahan DTKS yang terus menerus itu, lanjut Sofiana, maka Puslapdik harus melakukan cut off dalam penetapan penerima PIP dari kategori DTKS. Hal tersebut adalah untuk tetap dapat mengakomodir penerima PIP dari jalur usulan dinas Pendidikan dan pemangku kepentingan.
“Kalau DTKS kita ikutin terus, ngga akan ada habis-habisnya, sementara kita juga harus mengakomodir usulan dinas Pendidikan dan pemangku kepentingan, “jelasnya.
Selain mengacu pada kedua kategori tersebut, penetapan penerima PIP setiap tahunnya dipastikan mengacu pada anggaran yang tersedia di APBN. “Kalau ada sisa anggaran PIP, akan kita bagi secara proporsional dengan mempertimbangkan berbagai hal, “ujar Sofiana.
Diperbarui setiap bulan
Pernyataan Sofiana itu dipertegas oleh Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial, Agus Zainal Arifin yang juga salah seorang narasumber pada Rakor tersebut. Menurut Agus Zainal, DTKS adalah data induk yang berisi data Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), Penerima Bantuan dan Pemberdayaan Sosial, serta Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS).
“DTKS dijadikan sebagai acuan dalam pemberian berbagai bantuan sosial kepada masyarakat dengan ketentuan tertentu, “katanya.
Baca juga : Sekolah dan Dinas Pendidikan Perlu Aktif Membuka Aplikasi SIPINTAR
Dijelaskan Agus Zainal, DTKS itu diperbaharui setiap bulan yang diawali usulan dari daerah, lantas divalidasi oleh Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri terkait Nomor Indik Kependudukan sebelum akhirnya ditetapkan sebagai data final DTKS.
Selain diusulkan oleh Pemda, DTKS juga diusulkan oleh Kementerian Sosial sendiri serta secara mandiri diusulkan oleh masyarakat.
“Ada juga fitur sanggahan atas kelayakan penerima bansos, “ujarnya.
Dengan mekanisme seperti itu, akurasi DTKS semakin hari semakin tepat yang dampaknya akan semakin tepat juga dalam penyaluran berbagai bantuan sosial, termasuk PIP.