Puslapdik– Pemerintah memutuskan untuk melakukan relokasi dan refocusing anggaran dalam upaya penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Namun, pembiayaan pendidikan dengan sasaran peserta didik jenjang pendidikan dasar hingga mahasiswa masih tetap menjadi prioritas utama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Semua program-program yang sifatnya afirmatif, itu kita lindungi total. Kita melindungi hal-hal yang dampak ekonominya sangat signifikan bagi ekosistem pendidikan kita baik guru, murid dasar menengah, mahasiswa, maupun beasiswa afirmatif, ini yang kita coba pertahankan sebaik mungkin,” ujar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, Senin (23/8)
Di depan anggota Komisi X, Nadiem mencontohkan, anggaran sebesar Rp9,6 triliun tetap diberikan kepada 17,9 juta peserta didik jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah untuk mendukung Program Indonesia Pintar (PIP). Sedangkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah telah ditetapkan untuk 1,1 juta mahasiswa dengan anggaran Rp9,4 triliun.
Kemendikbudristek juga telah mengalokasikan anggaran Rp139 miliar untuk sebanyak 7.382 mahasiswa penerima Beasiswa Afirmasi Pendidikan (ADik). Beasiswa ADik merupakan beasiswa yang diberikan Kemendikbudristek untuk siswa asal Papua dan Papua Barat, daerah Khusus atau terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T), dan siswa anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Kemendikbudristek juga terus memperjuangkan anggaran Rp7,3 triliun untuk aneka tunjangan guru dengan sasaran 364.573 guru.
Baca juga :
- Pemerintah Berkomitmen Perkuat Investasi di Bidang Pendidikan
- Kemendikbudristek Targetkan 300 Ribu Lebih Mahasiswa Dapat Bantuan UKT Semester Ganjil

Refocusing Program Guru Penggerap
Nadiem mengakui, ada beberapa program yang terdampak refocusing. “Kemendikbudristek telah memperjuangkan anggarannya semaksimal mungkin dan akan terus mengakselerasi program-program tersebut,” tekan Nadiem.
Beberapa contoh program yang terdampak refocusing, kata Nadiem, yakni Program Organisasi Penggerak. Sasarannya tetap 20.438 orang, tapi anggaran turun dari Rp320,4 miliar menjadi Rp209,4 miliar. Begitu pula dengan Program Guru Penggerak yang sasarannya turun dari 36.769 orang menjadi 29.269 orang, dengan anggaran turun dari Rp689,68 miliar menjadi Rp551,85 miliar.
Refocusing anggaran juga dilakukan pada program pendampingan guru Sekolah Penggerak. Semula sasarannya 61.000 orang, kini menjadi 23.145 orang, dengan anggaran turun dari Rp389,3 miliar menjadi Rp247,7 miliar. Begitu juga dengan satuan pendidikan aman bencana. Sasarannya turun dari 1.530 lembaga ke 1.290 lembaga, dengan anggaran turun dari Rp152,1 miliar ke Rp115,9 miliar. Terakhir adalah target desa pemajuan kebudayaan berkurang dari 359 desa ke 270 desa, dengan anggaran yang berkurang dari Rp36,9 miliar ke Rp27miliar.

Tahapan refocusing
Dikatakan Nadiem, Kemendikbudristek telah melakukan empat tahap refocusing anggaran. Tiga di antaranya merupakan pemotongan dan penghematan anggaran yang dialihkan untuk penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. “Tahap satu adalah satu-satunya tahap di mana kita mendapatkan tambahan anggaran, tetapi masih harus me-realokasi anggaran sebagian,” tutur Nadiem.
Refocusing tahap satu, lanjut Nadiem, adanya tambahan anggaran untuk bantuan kuota internet sebesar Rp2,5 triliun. Dari angka tersebut, Rp500 miliar di antaranya merupakan hasil cost-sharing internal Kemendikbudristek dan Rp2 triliun lainnya berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN). “Dana Rp500 miliar itu kita dapat dari efisiensi belanja barang, honor, perjalanan dinas, dan lain-lain,” paparnya.
Di tahap dua, Kemendikbudristek berhasil melakukan penghematan sebesar Rp271,58 miliar. Penghematan tersebut berasal dari belanja pegawai (pemotongan tunjangan kinerja THR dan tunjangan kinerja gaji ke 13). Di tahap tiga, penghematan mencapai Rp2,15 triliun, yang berasal dari efisiensi belanja bahan dan belanja modal. Sedangkan di tahap empat, penghematan sebesar Rp1,118 triliun berasal dari efisiensi belanja modal, belanja bahan, dan belanja modal yang berpotensi sisa.