Puslapdik- Mahasiswa penerima KIP Kuliah diharapkan tidak berhenti menuntut ilmu bila sudah lulus jenjang S1. Melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, yakni S2, bisa menjadi pilihan. Jangan kuatir soal biaya, banyak pilihan beasiswa, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satunya Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) yang dikelola Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) melalui Balai Pembiayaan Pendidikan Tinggi (BPPT).
“Pastikan dulu, bagaimana orientasi ke depan, tentukan rencana karir kedepan seperti apa, cari tahu apa yang kita butuhkan, identifikasi apa kekuatan dan tantangan atau kendala yang kita punyai dan bagaimana solusinya.” Hal itu dikatakan Raeni saat berbincang-bincang santai dengan Tim Puslapdik beberapa waktu lalu.
Raeni merupakan salah satu penerima KIP Kuliah saat masih bernama Bidikmisi tahun 2010 silam. Anak dari seorang pengayuh beca di Kendal, Jawa Tengah, ini, penerima Bidikmisi di Program Studi Pendidikan Akuntansi, Universitas Negeri Semarang (UNNES). Setelah menjalani kuliah selama 3 tahun 6 bulan, pada Tahun 2014, Raeni diwisuda dengan IPK yang nyaris sempurna, 3,96, dan menjadi wisudawan terbaik. Namun yang membuat viral adalah saat Raeni datang ke acara wisuda dengan diantar sang ayah pakai becak.
Dengan prestasi dan kehadirannya bersama ayahnya itu, Raeni memperoleh beasiswa dari Presiden yang saat itu dijabat Susilo Bambang Yudhoyono. Raeni pun melanjutkan pendidikan S2 nya di University of Birmingham Inggris dan lulus tahun 2016. Pada tahun 2018, Raeni melanjutkan pendidikan S3 nya, juga di University of Birmingham dan saat ini hampir selesai.
Menurut Raeni, bila memang punya rencana ke depan untuk jadi dosen atau peneliti, kepada mahasiswa penerima KIP Kuliah yang baru lulus atau akan segera lulus, Raeni mengajak untuk terus lanjut ke jenjang S2, termasuk jenjang S2 di kampus di luar negeri .

Baca juga : Ada KIP Kuliah, Raeni Ajak Siswa Tidak Mampu untuk Kuliah
Namun, ketika berniat untuk lanjut pendidikan ke jenjang S2 di luar negeri, anak bungsu dari dua bersaudara ini memberi masukkan beberapa hal.
Pertama, identifikasi kemampuan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Kalau ada kendala, identifikasi sejauh mana kendalanya dan bagaimana mengatasinya.
“Untuk kuliah di luar negeri tentunya wajib menguasai kemampuan berbahasa asing, utamanya Inggris, kalau masih punya kendala, cari solusinya, saat ini banyak cara untuk bisa menguasai bahasa Inggris, “ujarnya.
Kedua, tentukan program studi yang akan ditekuni dan diminati secara spesifik, misalnya untuk program studi akuntansi, apakah akuntansi pemerintahan, akuntansi pasar modal atau lainnya.
Ketiga, setelah menetapkan prodi yang akan ditempuh, selanjutnya pelajari kampus di negara mana yang dikenal kurikulumnya bagus untuk prodi tersebut.
“Pelajari di website kampus tersebut yang mencantumkan jenis prodi, modul mata kuliahnya konsentrasi ke mana, siapa profesor pengajarnya dan sebagainya dan jangan lupa ranking kampus harus jadi bahan pertimbangan, “jelas Raeni.
Baca juga: Kenali, Lima Penyebab Gagal Meraih Beasiswa
Perubahan pola pikir
Raeni juga mengingatkan, untuk bisa berhasil kuliah di luar negeri, harus mengenali, mempelajari, memahami dan menguasai kemampuan berpikir kritis dan analitis.
“Menurut saya, itu hal yang utama, taken for granted, sebagai modal dasar untuk sukses belajar di luar negeri, “tegasnya.
Selain itu, juga harus mempunyai mind set untuk terus tumbuh dan berkembang, serta open minded atau berpikir terbuka, sebab ketika kuliah di luar negeri, akan dapat hal-hal baru yang berbeda.
Terakhir, kuliah di luar negeri harus siap berhadapan dengan budaya yang berbeda. Karena itu, sebelum berangkat, harus dipelajari lebih dahulu budaya di mana kampus berada.
“Yang paling penting, menurut saya, kita pelajari budaya dimana kampus berada sembari kita tetap berpijak pada budaya kita sendiri sehingga tidak tergerus, kita harus punya pondasi budaya Indenesia yang kuat, “jelas Raeni..
Soal budaya di mana kampus tujuan berada, menurut Raeni, perlu juga diketahui calon mahasiswa, apakah kampusnya berada di kota besar, kota kecil atau di pedesaan.
“Bila mahasiswanya muslim, cari tahu, apakah makanan halal gampang didapat, apakah ada sarana ibadah, dan sebagainya, itu hal perlu jadi pertimbangan. cari info sebanyak banyaknya soal budaya di kampus tujuan, serta ekosistem kampusnya, “lanjutnya.
Baca juga :Awardee BPI Wajib Pahami Model Penulisan Karya Tulis Ilmiah

Kemampuan literasi
Di ujung pembicaraan, Raeni berbagi pengalaman saat pertama kali datang ke Birmingham menekuni jenjang S2 tahun 2014 lalu. Menurutnya, kendala yang pertama ditemui adalah kemampuan literasi. Raeni melihat, kemampuan literasi mahasiswa asal Indonesia umumnya rendah dibandingkan mahasiswa dari negara lain, utamanya dari negara maju.
Menurut Raeni, kemampuan literasi itu, salah satunya penguasan kosa kata, sangat krusial untuk bisa memahami materi perkuliahan. Untuk mengatasi itu, kata Raeni, dirinya mengoptimalkan kemampuan literasi melalui audio book, tak segan berdiskusi dengan teman lain, baik dengan mahasiswa sesama Indonesia atau dengan mahasiswa dari negara lain.
“Pengalaman saya, usahakan mencari teman diskusi yang punya gap yang sama, punya pola pikir yang sama untuk mengelaborasi masalah yang dihadapi, “ujarnya.
Memiliki peer group atau teman dekat yang satu pemahaman, kata Raeni, sangat penting saat kuliah di luar negeri. Selain untuk mengatasi kendala akademis, juga mengatasi kendala budaya dan lingkungan di mana kampus berada.
“Saat tahun pertama kuliah di Birmingham, saya sempat down dalam menghadapi lingkungan dan budaya, untung saya bisa dapat peer group sebagai support system, “katanya.