Puslapdik– RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang segera akan dibahas pemerintah bersama-sama DPR menjamin 1,3 juta guru yang saat ini sudah menerima tunjangan profesi akan tetap menerima tunjangan tersebut hingga pensiun. Hal tersebut diatur dalam dalam pasal 145 ayat (1) RUU Sisdiknas yang berbunyi : “Setiap guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan yang diatur dalam Undang[1]Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebelum Undang-Undang ini diundangkan, tetap menerima tunjangan tersebut sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
“Secara eksplisit, ini sudah ada jaminannya. Ada ketentuan transisi yang menjadi pengganti dari undang-undang yang dicabut. Jadi itu aman.”
Demikian dikatakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, dalam video berjudul “Kupas Tuntas Isu Kesejahteraan Guru dalam RUU Sisdiknas” yang ditayangkan di kanal YouTube Kemendikbud RI, pada Minggu (11/9).
Sementara itu,lanjut Nadiem, sekitar 1,6 juta guru yang sampai saat ini belum memperoleh sertifikasi akan bisa langsung menerima tunjangan tanpa harus menunggu proses sertifikasi dan mengikuti program PPG (pendidikan profesi guru).
Diungkapkan Nadiem, RUU Sisdiknas merupakan solusi yang diberikan Kemendikbudristek bagi para guru yang sudah bertahun-tahun menunggu tunjangan profesi, tetapi masih harus antre bahkan tidak mendapatkannya hingga pensiun.
Karena itu, Nadiem meminta para guru untuk tidak terpancing isu yang beredar mengenai ancaman kesejahteraan guru akibat dihapuskannya tunjangan profesi.
Baca juga : RUU Sisdiknas Semakin Sejahterakan Guru
Mekanisme aturan lama sulit diterapkan
Nadiem menjelaskan, mekanisme pemberian tunjangan seperti yang diatur dalam UU Guru dan Dosen sulit diimplementasikan. Hal itu karena kapasitas Program profesi Guru (PPG) sebagai acuan pemberian tunjangan sangat terbatas. “Rata-rata, pemerintah menerima guru yang mengikuti program PPG sebanyak 60 hingga 70 ribu per tahun. Itu pun dibagi dua. Untuk guru-guru baru, yang menggantikan guru-guru pensiun, dan untuk guru-guru (dalam jabatan) yang sudah mengantre lama untuk sertifikasi melalui PPG,” kata Nadiem.
Jika mekanisme itu tetap dilakukan, maka akan banyak guru yang sampai pensiun tidak akan memperoleh sertifikasi guru yang artinya tidak akan mendapatkan penghasilan yang layak.
“Kalau kita mengikuti peraturan lama di mana disebut tunjangan profesi, maka para guru akan menunggu lebih dari 20 tahun,” ungkap Nadiem.
Kedepan,lanjut Nadiem, PPG untuk mendapatkan sertifikat profesi pendidik akan menjadi semacam SIM alias izin bagi guru baru untuk boleh mengajar. Sedangkan yang sudah menjadi guru bisa mendapatkan tunjangan tanpa harus melalui proses sertifikasi dulu.
“Sertifikasi itu untuk guru-guru baru, sebelum mereka bekerja sebagai guru, baik di swasta maupun di negeri,” kata Mendikbudristek.
Baca juga : Dalam RUU Sisdiknas, Sertifikasi Pendidik Hanya Untuk Calon Guru Baru
Untuk meningkatkan kualitas bagi guru yang sudah mengajar, kata Nadiem, dilakukan melalui berbagai program pelatihan yang saat ini sudah diterapkan, seperti program Guru Penggerak dan berbagai modul pelatihan guru yang tersedia di Platform Merdeka Mengajar. Peningkatan kualitas ini akan lebih efektif jika guru sudah mendapatkan penghasilan yang layak.
Pernyataan Nadiem diperkuat oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo. Ia mengungkapkan dalam sistem yang berlaku saat ini terdapat penggabungan antara proses sertifikasi dan pemberian tunjangan penghasilan guru. Sertifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas, menjadi syarat bagi pemberian tunjangan yang bertujuan untuk kesejahteraan. Menurut Anindito, urutan ini terbalik. Guru seharusnya dijamin kesejahteraannya dahulu, sebelum dituntut untuk meningkatkan kualitas.
“Kalau orang bekerja, menjalankan tugas sebagai guru, ia seharusnya mendapatkan penghasilan yang layak,” kata Anindito.
Aturan pelaksanaan masih tetap berlaku.
Sebagai tambahan informasi, RUU Sisdiknas merupakan penggabungan dari tiga undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Namun, Pasal 148 dalam RUU tersebut ditegaskan,bahwa semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari ketiga UU yang itu dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Sisdiknas